Posted in Inspirational, My Thoughts

The Courage to Be Disliked – 1st Chapter: Deny Trauma (3)

Apakah kita bahagia atau tidak, menurut Adler adalah hasil dari keputusan kita dan bukan diakibatkan masa lalu atau keadaan kita. Dalam kasus si pemuda ini, sang filosofer menyimpulkan bahwa dia memutuskan untuk tidak bahagia. Sang pemuda tidak bahagia karena dia memutuskan untuk tidak bahagia, bukan karena dia tidak lahir dengan bintang pembawa keberuntungan.

Wah, memang ada ya orang yang memutuskan hidup tidak bahagia?

Setiap kali, setiap manusia memiliki alasan dan pembenaran masing-masing yang menjelaskan mengapa mereka melakukan sebuah hal. Semua orang melakukan sesuatu karena hal itu ‘baik’ baginya. Baik di sini tidak diartikan secara moral, tetapi disadur dari bahasa Yunani ‘agathon’ yang artinya: memberikan keuntungan.

Bahkan seorang kriminal melakukan sebuah kejahatan karena mungkin bagi dia saat itu, hal itu ‘baik’ alias menguntungkan. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang bisa memutuskan untuk menjadi orang yang tidak bahagia. Karena hal itu somehow menguntungkan untuk dirinya.

Dan sama seperti being happy adalah sebuah keputusan, hidup dan perubahan juga adalah sebuah keputusan. Artinya? Hidup bisa berubah, seseorang bisa berubah, kita bisa berubah!

Memilih untuk tidak berubah

Mengambil keputusan berarti menentukan sikap di antara beberapa pilihan. Mengapa sering dikatakan bahwa orang tidak bisa berubah? Atau seseorang mengeluh dia tidak bisa berubah? Hal ini disebabkan mereka memilih untuk tidak berubah.

Lifestyle is the tendency of thought and actions in life.

Adler in TCD, p. 30

Di dalam psikologi Adler, sifat dan karakter seseorang diwakilkan dalam istilah lifestyle atau gaya hidup. Gaya hidup inilah yang menentukan bagaimana pandangan kita akan kehidupan dan akan dunia di sekitar kita.

Karakter dan sifat kita bukanlah sesuatu yang melekat di nature kita sejak lahir tetapi sebuah pilihan. Sebuah cara pandang. Jadi misalnya ada seseorang berkata, “Saya adalah seorang yang pesimis, atau karakter saya adalah pesimistis,” sebenarnya hal ini bisa diubah kalimatnya menjadi “Saya punya pandangan yang pesimis tentang kehidupan.”

Aneh ya? Kalau sifat dan karakter kita adalah sebuah pilihan dan bukan bawaan lahir, kapan dan mengapa kita memilih untuk berkarakter tertentu?

Sang filosofer menjelaskan, pada awalnya pilihan ini kita ambil secara tidak sadar ketika kita masih kecil. Sewaktu kita masih kecil, kita mendapatkan pengaruh yang besar dari cara kita dibesarkan. Kita mendapatkan pengaruh dari keluarga, dan dari faktor seperti ras dan kewarganegaraan/kebudayaan yang pada satu titik (biasanya ketika kita berusia sekitar sepuluh tahun) membuat kita ‘memilih’ untuk mempunyai gaya hidup alias kecenderungan untuk selalu berpikir atau bersikap secara spesifik.

Termasuk di dalam hal ini gaya hidup si pemuda yang tidak bahagia. Entah apa yang terjadi di masa lalunya yang mempengaruhi dia untuk memilih untuk bersikap dan berpikir tidak bahagia. Tetapi dia sudah memilihnya – dan kalau kita kaitkan dengan bagian sebelumnya tentang memilih untuk tidak bahagia, kita bisa menyimpulka bahwa si pemuda memilih untuk bersikap bahagia karena hal itu ‘baik’ atau menguntungkan untuk dia.

Meskipun pemilihan gaya hidup ini adalah sesuatu yang tadinya kita ambil tanpa kita sadari, tapi kalau hari ini (sekarang) kita menyadari hal itu, kita bisa mengubahnya! Cara berpikir, cara bersikap, gaya hidup adalah sesuatu yang bisa diubah, dan kita punya power untuk melakukannya!

📝 Semua ini membingungkan, jadi saya mencoba memikirkan contoh nyata hal seperti ini dalam hidup saya:

📝 Saya dibesarkan di rumah yang penuh dengan barang dan tidak pernah rapi. Papa saya suka membaca dan banyak menulis. Beliau bekerja di ruang tengah di bawah, mejanya dan meja serta segala permukaan datar di sekitarnya penuh dengan buku dan kertas. Saya ingat Mama sering diomeli Papa kalau Mama membereskan barang-barang beliau yang berserakan. Katanya, “Saya jadi tidak bisa menemukan kertas-kertas penting! Meskipun berantakan, tapi saya tahu dan ingat posisi semuanya!”

📝 Selain urusan buku dan kertas Papa, prinsip Mama saya yang sayang membuang barang juga menjadi faktor penyebab rumah kami penuh. Ternyata hal ini ‘terbawa’ oleh saya sampai saat hari ini. Sejak saya merantau dan keluar dari rumah, ada ‘sifat’ atau gaya hidup kalau katanya Adler untuk menyimpan banyak barang.

Hidup dan sifatmu bisa diubah hari ini juga

Butuh keberanian untuk mengubah gaya hidup (mengubah pola pikir dan tindakan), tapi sebenarnya hal ini mungkin dilakukan. Kapan dilakukannya? Sekarang juga!

Tentu saja perubahan itu mengandung resiko dan juga tidak terjamin keberhasilannya. Banyak orang yang tidak mau untuk mulai berubah karena tidak mau mengalami ketidaknyamanan itu. Banyak yang tidak mau gagal, jadi lebih baik tidak mencoba sama sekali.

If you change your lifestyle – the way of giving meaning to the world and yourself – then, both your way of interacting with the world and your behaviour will have to change as well. Do not forget this point: one will have to change. You, just as are, have to choose your lifestyle. It might seems hard, but it is really quite simple.

TCD, p. 38

Perubahan hidup dimulai dari mengubah cara pandang dan cara mengartikan segala sesuatu di dalam kehidupan kita. Dari sudut pandang yang berubah, sikap dan perilaku kita juga akan berubah. Perubahan itu pasti, dan perubahan itu perlu dilakukan. Yang perlu dilakukan adalah memulai perubahannya.

Banyak orang berlindung di balik excuse ‘kalau saja’; “Kalau saja saya punya waktu, saya pasti bisa memulai usaha untuk menjadi seorang penulis.” “Kalau saja saya punya uang, saya pasti bisa sekolah lagi.”

Setiap ‘kalau saja’ yang kita ucapkan, adalah sebuah alasan, pembenaran bagi diri kita untuk tidak memulai sebuah perubahan.

📝 Soal rumah yang penuh barang dan berantakan, sekarang ini saya merasa makin menderita melihat segala keramaian itu. Apalagi anak-anak sudah mulai besar dan ada banyak mainan yang tidak lagi dimainkan mereka. Mengapa saja diam saja dan memilih untuk tinggal dalam penderitaan ini?

📝 Alasannya sederhana. Saya ‘takut’ dengan proses beres-beres ini. Mana barang yang harus dibuang. Mana yang harus dijual. Kemana menjualnya. Malas mem-fotonya. Takut tidak laku. Takut capeknya mengangkat barang-barang. Takut rugi karena dulu belinya mahal dan ternyata harus dihibahkan secara gratis. Hal-hal ini membuat saya tidak segera mengambil keputusan untuk mengubah keadaan saya.

📝 Hal yang perlu dilakukan sebelum merubah sikap adalah merubah cara berpikir. Saya perlu mengubah cara pikir saya bahwa memanglah, jelaslah menumpuk barang itu lebih merugikan dibanding membiarkannya terus ada di situ.

📝 Another note about the half-truth being of this book. This book states about change of view will change your lifestyle. I strongly believe changing our own view of this word, based solely on our own values and merit won’t bring us too far. Perhaps we do experience change, but that change would be only outward and is not based on the strong fondation.

📝 I strongly believe in the power of change when one finds the Truth in God alone. Having said that, I still need to declutter our house!

#maksakeunmaca
#onebookonemonth
#day04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *