Posted in Fiction, History, My Thoughts

Het Grote Rembrandt Voorleesboek

Judul buku: Het Grote Rembrandt Voorleesboek (Buku Cerita Besar Rembrandt).

Pengarang: Joke van Leeuwen, Bibi Dumon Tak.

Tebal buku: 67 halaman.

Hallo Tukang Baca,

Hari ini saya kembali bercerita tentang buku, yang kali ini adalah buku spesial karena kategorinya ada di antara beberapa jenis kategori yang berbeda: sejarah, seni, biografi, dan fiksi! Wah, kok bisa bukunya gado-gado banget.

Sesuai judulnya, buku ini bercerita tentang Rembrandt Harmenszoon van Rijn yang biasa dikenal dengan Rembrandt saja, seorang pelukis terkenal yang hidup antara tahun 1606 – 1669. Buku ini diterbitkan oleh Rijksmuseum di Amsterdam pada tahun 2019, dalam rangka peringatan 350 tahun meninggalnya Rembrandt.

Kalau Indonesia punya pelukis seperti Affandi dan Raden Saleh, Belanda punya Vincent van Gogh, dan Rembrandt (dan masih banyak lagi sih sebenarnya, tapi dua ini termasuk dua yang paling terkenal). Meskipun van Gogh lebih umum ditemukan tiruan karyanya di toko-toko suvenir dengan lukisan-lukisannya yang berwarna cerah, nama Rembrandt tidak kalah terkenalnya di tanah kincir angin ini.

Saya sendiri berkenalan dengan Rembrandt waktu saya datang ke Belanda dan mengunjungi Rijksmuseum bertahun-tahun yang lalu. Nama pelukis-pelukis ini pernah saya dengar sekilas di masa kuliah dulu, tapi tidak pernah saya lihat karyanya sampai saya datang sendiri ke museum dan menyaksikan lukisan-lukisan mereka.

Sebagai orang awam, buat saya lukisan-lukisan ini terlihat sangat indah, tapi kalau ditanya: indahnya di mana? Artinya apa? Ini tentang apa? Jawaban saya cuma satu: WANDA! Wandaatauuu yaaaaaaa. Buat saya lukisannya mengagumkan, tapi saya sama sekali buta soal lukisan!

The Night Watch, Rembrandt, 1642. Lukisan berukuran 3,8 x 4,5 meter memenuhi dinding Rijksmuseum di Amsterdam. Foto: Wikipedia

Sampai minggu lalu saya menemukan buku ini di perpustakaan. Sebenarnya sudah beberapa lama sih saya melihat buku ini. Tapi bukan sekali saya meminjam buku (anak) tentang pelukis-pelukis terkenal, tapi biasanya isinya lumayan serius dan akhirnya kurang menarik untuk anak-anak (dan saya). Makanya saya beberapa kali saya lewatkan terus buku ini sampai minggu lalu, karena sedang buru-buru saya ambil saja sekenanya dan masukkan ke dalam tas.

Ternyata… buku ini super duper menarik! Di dalam buku ini ada dua puluh empat cerita anak yang ditulis oleh 7 pengarang berbeda yang didasarkan pada lukisan-lukisan karya Rembrandt.

Setiap lukisan dijadikan ilustrasi dari sebuah cerita, yang merupakan interpretasi dan penjelasan arti lukisan tersebut, juga menjelaskan latar belakang sejarah, latar belakang orang-orang yang menjadi model tulisan, dan lain sebagainya.

Buku ini ukurannya besaar, dan ternyata memang sengaja dibuat seperti itu karena di setiap halamannya ada foto lukisan Rembrandt dengan ukuran besar supaya bisa dilihat cukup jelas setiap detilnya.

Saartje, perempuan Afrika

Contohnya cerita tentang Saartje, seorang perempuan Afrika. Cerita ini diinterpretasikan dari sketsa Rembradnt yang berjudul: Buste van een Afrikaanse vrouw, yang digambar sekitar antara tahun 1628 – 1632.

Cerita pendek ini berjudul: Wat Waar Is – what is right, apa yang benar.

Saartje, begitu dia dipanggil adalah seorang perempuan yang lahir di Afrika. Saartje bukanlah nama aslinya. Pada waktu dia berumur 7 tahun, sekelompok laki-laki bersenjata menyerang desa tempat dia tinggal dan menawan Saartje, ibu serta kakaknya.

Bust of an African Woman, Rembrandt 1630. Foto: Rijskmuseum

‘Nu zijn jullie slaven,’ zeiden de mannen, en omdat ze groot en sterk waren, en wapens hadden, was het waar wat ze zeiden.

Saartje in ‘Wat waar is’

‘Sekarang kalian adalah budak kami,’ kata para penyerang. Dan karena mereka lebih besar dan lebih kuat, dan memiliki senjata, apa yang mereka katakan adalah KEBENARAN.

Kemudian Saartje dijual kepada Meester Efraim di Portugis. ‘Sekarang kamu adalah milikku,’ kata Tuan Efraim. Dan karena dia mempunyai banyak uang, apa yang dia katakan adalah KEBENARAN.

Tuan Efraim hanya membeli Saartje, dan meninggalkan ibu dan kakak Saartje di pasar budak. Ibunya menjerit memanggil namanya untuk terakhir kalinya. ‘Sekarang nama kamu adalah Sara,’ ujar Tuan Efraim. Dan apa yang tuanmu katakan adalah kebenaran. Kalau kamu bilang bahwa itu tidaklah benar, kamu akan mendapatkan hukuman.

Beberapa tahun kemudian datanglah beberapa orang kepada Tuan Efraim dan berkata, ‘Kamu orang Yahudi, kamu adalah kaum yang jahat dan tidak boleh tinggal di sini.’ Dan karena orang-orang Portugis itu jumlahnya lebih banyak dan datang membawa senjata, kata-kata mereka adalah kebenaran.

Tuan Efraim pindah ke Belanda dan membawa Sara ikut serta. Di sana mereka tinggal di Amsterdam. Lalu kata penduduk Amsterdam, ‘Di sini semua nama Sara dipanggil sebagai Saartje.’ Dan karena mereka bilang begitu, semua itu dianggap sebagai kebenaran.

Bertahun-tahun lamanya Saartje tinggal di rumah Tuan Efraim sebagai budak. Sampai dia bertemu dengan Antonio. Antonio dulunya juga adalah seorang budak, tetapi dia sudah dibebaskan. Dan Antonio sempat membaktikan dirinya sebagai tentara untuk Republik Belanda.

Antonio membawa Saartje kepada seorang pejabat penting di mana di sana dia memohonkan sesuatu kepada si pejabat itu. Memohon, mengancam, sampai akhirnya pejabat penting itu memandang Saartje dengan pandangan yang aneh lalu memberikan sebuah surat kepadanya: Saartje sudah bebas, dia sekarang bukan seorang budak lagi.

Dan kalau pernyataan itu ditulis pada kertas yang bagus, dengan tanda tangan seorang pejabat yang penting, maka surat itu adalah KEBENARAN.

‘Sekarang kamu menjadi milikku,’ ujar Antonio. ‘Karena kita akan segera menikah.’ Antonio berbadan besar dan sangat kuat. Jadi, semua yang dia katakan adalah kebenaran.

Taal is een raard ding. Wat meester Efraim zei was waar, en wat de belangrijke heer zei was waar, en wat Antonio zei is ook al waar. Ook al zeggen ze allemaal het tegenovergestelde van elkaar.
Maar als ik eens iets zeg, dan is het nooit waar. Want ik ben maar in mijn eentje. En ik ben niet groot en sterk, en ik heb een bruin velletje, en ik ben maar en vrouw. Ik praat zo weinig mogelijk. Wat heeft het voor zin? De taal doet toch niet wat ik wil.

Saartje in ‘ wat waar is’

‘Bahasa adalah sebuah hal yang aneh. Apa yang diucapkan oleh Tuan Efraim itu benar. Apa yang diucapkan oleh pejabat penting itu benar. Dan apa yang diucapkan Antonio juga benar. Padahal yang mereka ucapkan bertentangan satu dengan yang lain.

Tapi kalau aku yang bicara, semua yang aku ucapkan pasti salah. Karena aku ini sendirian. Aku tidak tinggi besar dan kuat, aku berkulit coklat dan aku hanyalah seorang perempuan. Aku sangat jarang bicara, karena tidak ada gunanya. Bahasa toh tidak menolongku memberikan apa yang aku mau.’

Gelap dan terang

Atau di cerita lainnya, yang diceritakan dengan menggunakan ilustrasi lukisan self-portrait yang berjudul Zelfportret als de apostel Paulus, dilukis pada tahun 1661.

Rembrandt banyak melukis foto dirinya, dan terkadang dia melukiskan dirinya di dalam peran sebagai orang lain. Di dalam lukisan ini, Rembrandt berpose sebagai Rasul Paulus, salah satu murid Yesus.

Zelfportret als de apostel Paulus, Rembrandt 1661. Foto: wikipedia

Titus membuka pintu dan masuk ke dalam. Dia melihat ayahnya duduk di depan kaca sambil memegang sebuah buku. Dari situ dia tahu, ayahnya sedang membuat self-portrait. Tapi… buku itu buat apa?

‘Mengapa kamu duduk sambil memegang buku?’ tanya Titus.

‘Aku sedang melukis diriku sebagai orang lain. Sebagai Paulus, seorang tokoh dalam Alkitab.’

‘Tapi bukankah sangat sulit untuk membaca dalam gelap seperti ini?’

‘Cahaya justru jadi semakin indah bila ada kegelapan,’ ujar ayahnya.

Kesan Pembaca

Seperti inilah cerita-cerita di dalam buku ini dibawakan, dari interpretasi lukisan-lukisan karya Rembrandt. Buat saya buku ini adalah buku yang super super bagus dan baik untuk dibaca bagi para pencinta lukisan yang awam seperti saya.

Dari cerita-ceritanya kita bisa mengerti baik latar belakang lukisan Rembrandt, konsep dan detail lukisannya, maupun latar belakang sejarah waktu Rembradnt membuat lukisan tersebut. Apa yang sedang terjadi seperti perbudakan, atau kolonialisme yang dilakukan Belanda di Asia melalui VOC.

Atau pandangan Rembrandt tentang dirinya sendiri, tentang Titus, anaknya yang ke-empat, dan satu-satunya anak yang tetap hidup di mana abang dan kakaknya semua tidak selamat ketika dilahirkan.

Buku ini tidaklah memuat sejarah atau analisa resmi dari lukisan-lukisan Rembrandt. Tapi mereprensentasikan dengan sangat baik karya-karyanya di dalam bentuk cerita yang mudah dicerna dan dimengerti oleh anak-anak (dan oleh orangtuanya).

Kalau saya boleh kasih bintang, saya kasih ⭐⭐⭐⭐⭐, karena saya sangat menikmatinya! Sayangnya sepertinya buku ini baru ditulis dalam bahasa Belanda saja.

Gimana, Tukang Baca, menarik kan? Adakah dari teman-teman yang juga suka menikmati lukisan? Cerita dong di kolom komentar, siapa pelukis favorit dan gaya lukisan apa yang di-prefer?

Terimakasih sudah membaca dan sampai jumpa di pembahasan buku berikutnya ya!

#MaksakeunMaca

PS:

Tulisan ini disertakan dalam kegiatan ‘Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog‘ bulan Mei 2022.

6 thoughts on “Het Grote Rembrandt Voorleesboek

  1. Menarik sekali. Jadi ingin tahu cerita-cerita selanjutnya. Eh siapa tahu ada edisi Bahasa Indonesia nanti, diterjemahkan oleh Irene Cyntia. Saya nabung dulu untuk beli bukunya.
    Oya, dulu orang-orang ramai membicarakan pelukis legend Indonesia, Affandi. Saya pernah mengunjungi pameran lukisannya ketika masih kecil dan mengerutkan kening ketika melihat coretan dan goresan cat di atas kanvas. Nggak ngerti! Tapi setelah kuliah di Seni Rupa (saya masih nggak ngerti siih 🤭) saya bisa lebih menghargai dan mengapresiasi karya lukis sang maestro. Nggak mudah ternyata melukis dengan teknik seperti beliau dan esensi lukisannya masih tetap kuat dan menonjol. Bravo, Affandi. 👍

  2. Kayaknya seru banget ini bukunya. Aku pernah ke Rijk Museum, dan bener kata Teteh sih…bagus ya memang bagus, tapi kutak bisa paham itu apa ceritanya. Bagus juga ya idenya berimajinasi dari lukisan. Paling nggak jadi ada ide ngejelasin lukisan ke anak-anak. Nggak sekedar, ini lukisan karya penulis terkenal lho nak. Tapi bisa ada kisahnya. Ada pelajarannya juga. Nuhun reviewnya Teh.

  3. Wah suka banget sama review-nya. Kayaknya bukunya asyik bener. Membaca latar belakang di balik sebuah lukisan dan narasi yang menjelaskan “jalan cerita” lukisan itu pasti sangat membantu kita menikmati lukisan itu lebih dalam. Semoga segera ada English version-nya ya.

  4. Saya termasuk yang “buta” juga soal lukisan. Kalau lihat lukisan ya hanya bs bilang lukisan-lukisannya keren, tapi kalau ditanya apa yang keren, kayanya sama saya akan jawab wandaaaa. Hehe..
    Tapi keren ya ada buku kaya gini, bikin jadi nggak malas mengenal lukisan, karena kan ada ceritanya. Di Indonesia ada nggak ya buku semacam ini, yang menceritakan sebuah lukisan lewat karya fiksi? Bagus nih kalau ada, buat orang yang nggak kenal lukisan tapi suka baca buku.

  5. Wow, bintang 5… Tapi memang menarik banget ya… Seru dan membuka wawasan juga bagi saya yang kurang bisa menikmati lukisan (karena enggak ngerti)… Seandainya lukisan karya pelukis2 indonesia ada buku interpretasinya juga kaya gini, pasti asyik…

  6. aku termasuk yang ga paham melihat lukisan. tapi memang kalau ada cerita fiksinya baik film atau buku, jadi agak ngerti dikit-dikit. semoga aja ke depannya ada buku begini untuk karya seni Indonesia ya

Leave a Reply to Diah Utami Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *