Posted in Fiction, My Thoughts

De Vijf en De Luchtpiraten

Judul buku: De Vijf en De Luchtpiraten (Lima Sekawan dan Pembajak Pesawat).

Pengarang: Claude Voilier, Enid Blyton.

Tebal buku: 156 halaman.

Hallo Tukang Baca! ini buku Lima Sekawan kedua yang berhasil saya selesaikan di dalam Bahasa Belanda. Berbeda dengan buku sebelumnya yang merupakan seri Lima Sekawan yang sudah cetakan masa kini, buku ini saya dapatkan dalam bentuk edisi lama. Buku ini dicetak tahun 1973! Alamak, lebih tua dari saya!

Setahu saya, di Belanda ada dua jenis seri Lima Sekawan. Yang pertama adalah buku cerita biasa dalam bentuk novel, yang satunya adalah seri ‘merah’. Begitulah yang saya perhatikan ketika saya sedang browsing Marktplaats, semacam ebay tempat menjual beli barang-barang bekas di Belanda.

Dulu saya tidak mengerti apa bedanya dua jenis seri ini, tapi (mungkin) sekarang saya sudah tahu apa bedanya. Ternyata buku Lima Sekawan seri yang merah ini merupakan buku karangan Claude Voilier, seorang wartawan dari Perancis. Dulu dia pernah menjadi penerjemah seri Lima Sekawan dari bahasa Inggris ke bahasa Perancis, karena itulah dia ditunjuk untuk menulis seri terusan Lima Sekawan.

Seri merah ini juga agak berbeda karena merupakan perpaduan komik dan novel! Di setiap bab-nya, ada beberapa halaman bergambar. Wow!

Saya tidak bisa ingat lagi seperti apa buku Lima Sekawan yang dulu saya baca. Tapi dari halaman-halaman komiknya, saya jadi bisa membayangkan lagi wajah George, Julian, Dick, dan Anne seperti yang saya lihat di buku yang saya baca hampir 40 tahun yang lalu. Ilustrasi buku ini yang sudah ‘jadul’ jauh lebih mending rasanya dibandingkan ilustrasi edisi yang baru.

Lima Sekawan berlibur ke Brazil!

Buku ini dimulai dengan cerita tentang George dan sepupu-sepupunya yang sedang bergembira karena mereka diijinkan untuk berlibur ke Brazil – tanpa orangtua mereka! Ceritanya ada sebuah rombongan wisata khusus anak-anak yang berangkat dari London ke Brazil, di bawah bimbingan 3 orang dewasa.

Mereka berangkat menggunakan ‘pesawat jet’, yang isinya penuh dengan anak-anak yang riuh. Di buku ini diceritakan kalau Julian, anggota Lima Sekawan yang paling tua usianya 13 tahun, sementara Dick, George dan Anne berusia sekitar 10 sampai 12 tahun. Jadi bisa dibayangkan kalau rombongan ini isinya adalah anak-anak pre-teen semua.

Di tengah suasana yang ramai dengan anak-anak yang excited dengan perjalanan mereka, George mengamati kelakuan beberapa penumpang dewasa yang tampak mencurigakan. Belum lama pesawat mereka naik ke udara, firasat jelek George menjadi kenyataan!

Bajak udara, disandera dan kecelakaan

Ternyata salah dua dari tiga pembimbing group anak-anak ini adalah anggota komplotan penjahat yang hendak membajak pesawat jet ini! Anggota ketiga dari komplotan ini bertugas untuk menerbangkan pesawatnya setelah mereka melumpuhkan pilot dan seluruh awak pesawat.

Penjahat-penjahat ini memutar pesawat kembali ke London dan menurunkan seluruh penumpang, kecuali satu sandera: Anne! Mereka memilih anak perempuan sebagai sandera untuk memastikan kalau keinginan mereka dipenuhi dan polisi tidak akan bertindak macam-macam sewaktu pesawat berhenti sebentar menurunkan penumpangnya.

Tentu saja para penjahat ini tidak menyadari bahwa Anne memiliki saudara yang tidak akan pernah meninggalkan dia sendirian di dalam kesulitan. Sewaktu pesawat kembali berangkat, Tiga Sekawan muncul dari balik kursi belakang! Mereka berempat (plus Timmy yang ada di ruang khusus waktu itu) ikut dengan kawanan penjahat ini kembali ke Brazil!

Kelompok penjahat ini ingin menggunakan pesawat ini sebagai alat transportasi barang-barang selundupan mereka. Mereka ingin pergi ke suatu daerah di Amerika Selatan di mana mereka akan menurunkan anak-anak itu di sana, dan meneruskan kegiatan ilegal mereka.

Sayangnya, anggota gerombolan yang bertugas menjadi pilot sebenarnya hanyalah pilot pesawat jenis kecil saja. Karena tidak biasa dengan cara bekerja pesawat jet yang besar, pada satu saat dia pun kehilangan kendali, dan ketika mereka sedang terbang di atas hutan Amazon di Amerika Selatan, pesawatnya pun jatuh!

Selamat untuk jatuh ke tangan orang Indian

Amazingly, si pilot bisa melakukan pendaratan darurat dengan begitu sempurna sampai-sampai si pesawat jatuh tanpa melukai semua penumpangnya (mulai sinis komentarnya, hihi). Mereka jatuh di tengah hutan Amazon, bertahan di pesawat selama beberapa hari sambil si pilot berusaha membetulkan radio pesawat yang rusak, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pergi keluar dan mencari ‘kehidupan’.

Tentu saja di tengah-tengah rimba yang lebat tidak ada kota yang mereka bisa temui. Pada saat mereka tertidur di dalam perjalanan mereka yang panjang, mereka ditawan oleh orang-orang Indian suku Jivaro! Bukan saja mereka disandera oleh bajak udara, pesawat mereka jatuh, sekarang mereka disandera oleh suku Jivaro yang konon tidak segan untuk membunuh dan memotong kepala manusia.

Kesan Pembaca

Tentu saja saya membaca buku ini dengan seribu satu pertanyaan bergejolak di dalam dada. Orang tua mana yang membiarkan anak-anaknya terbang sendirian tanpa pengawasan langsung oleh mereka begitu jauhnya: 12 jam perjalanan dari London ke Rio de Janeiro! Apalagi Lima Sekawan sudah bolak-balik terlibat di dalam petualangan-petulangan yang berbahaya.

Kesan kedua waktu saya membayangkan tahun 1970 ada orangtua yang mengirimkan anaknya ke benua lain untuk ‘study tour’: wah orangtuanya George ini pasti loaded! LOL 🤑 Bener-bener nggak kebayang betapa mahalnya biaya penerbangan saat itu, apalagi untuk penerbangan begitu jauh antara Eropa dan Amerika Selatan.

Kesan ketiga: apakah mereka nggak cari info dulu, background check dulu sebelum mereka dengan berani menitipkan anak-anaknya kepada hanya TIGA orang dewasa yang ternyata dua dari mereka adalah anggota kelompok kriminal?? Hadeeeeh, ini beneran orangtuanya Lima Sekawan berani banget! Kalau saya mah, anak mau ikut pergi ke taman bermain sama orangtua lain saja sudah saya baca dulu segala data-data mereka entah di Facebook/LinkedIn/Instagram, dan lainnya, LOL.

Belum lagi banyaknya bencana yang ditimpa lima anak-anak pra-remaja ini! Bagaimana pesawat mereka jatuh dan mereka baik-baik saja. Atau mereka masuk ke hutan belantara tanpa peralatan dan baik-baik saja. Bagaimana mereka hanya ketemu anaconda dan panther dan berhasil mengusir binatang-binatang buas tersebut.

Atau ilmu cocoklogi yang biasa saya temui di drama-drama Korea yang saya temui juga di buku ini: bagaimana sang penyihir yang paling disegani di suku Jivaro ternyata adalah seorang pilot Inggris yang jatuh di kawasan itu dua tahun sebelumnya 😆, dan masih banyak lagi.

Sekali lagi memang agak sulit untuk membaca buku anak-anak ketika kita sudah dewasa, dan sudah terlalu logis cara berpikirnya. Tapi nevertheless, tidak terasa rugi juga membaca buku ini. Selain saya jadi bisa mengenang Lima Sekawan yang dulu saya sering baca, saya juga jadi belajar beberapa hal tentang alam di Amerika Selatan, khususnya hutan Amazon.

Saya juga jadi mencari tahu tentang suku Jivaro, suku Indian yang tinggal di pedalaman Amazon dan punya tradisi untuk memenggal kepala musuhnya dan menguliti mereka untuk membuat ‘miniatur’ kepala sebagai lambang kemenangan atas musuhnya. 🫣MU

Jivaro indians from the Rio Maranon region of Peru. Foto: media.sciencephoto.com

Secara umum, penggambaran hutan tropis yang lebat dan udaranya yang lembab membuat saya teringat cerita teman-teman tentang pedalaman Irian Jaya. Salah satu teman saya memiliki kakak yang bekerja sebagai pilot dan helikopternya jatuh di sana. Dari dia saya diceritakan tentang kondisi hutan yang tidak terjamah manusia karena pohonnya yang berpuluh-puluh meter tingginya.

Mungkin karena ini juga saya jadi cenderung apatis membayangkan 4 anak kecil bisa survive di dalam hutan belantara. Well, namanya juga fiksi, ye kan!?

Gimana nih teman-teman Tukang Baca, masih mau nggak baca fiksi kalau rasanya agak-agak terlalu cocoklogi? 😁

One thought on “De Vijf en De Luchtpiraten

  1. Baru baca judul ini kak DIP.
    Ternyata terbitan tahun 1973. Wah…kece punya.
    Buku lama tapi maish asik dinikmati sampai kini. Sungguh long last.

    Btw,
    Jadi inget Home Alone yaa… Cuma ini bedanya si anak-anaknya yang berpetualang. Kalo Home Alone, anaknya yang ketinggalan di rumah dan harus struggling dengan keadaan tanpa orangtua dan sepupsnya yang badung.

    Aku punya bundling 5 sekawan. Harapannya bisa dibaca anak-anakku. Tapi mereka lebih tertarik dengan komik. Huhuu~

Leave a Reply to lendyagassi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *